- Diposting oleh : Eko Mudji
- pada tanggal : September 02, 2025
Raksa menegakkan telinga. Angin dari Gunung Latimojong turun membawa bau lumut dan tanah basah. Di tanah, akar-akar beringin membentuk pola seperti peta: empat jalur mengarah utara, timur, selatan, barat—menyerupai empat cabang Pulau Celebesa. Pada ujung masing-masing jalur, tampak ukiran kecil seperti lambang: setetes air, sebutir telur, sepotong batu, dan seberkas api.
Akar-akar beringin menyingkap papan kayu tua dengan ukiran aksara kuno. Raksa memicing. Ia belum bisa membaca tulisan itu. Di benaknya muncul dua pilihan: menebak supaya tampak hebat, atau mengaku belum bisa. Jika ia salah, apakah pintu ilmu akan tertutup? Jika ia jujur, apakah ia akan dicemooh oleh suara yang tak berwajah itu?
Lonceng-lonceng tempurung berdering tiga kali—ting… ting… ting…—seakan menyetujui. Dari mahkota beringin melayang selembar “daun” yang kaku seperti perkamen. Di permukaannya terukir kalimat samar:
“Ilmu tumbuh bila dibagi. Namun ia lenyap bila dipamerkan.”
Huruf terakhir memudar, menyisakan sudut yang sobek. Seolah itu hanya sepotong halaman dari sebuah kitab yang lebih besar.
Raksa menggulung daun-perkamen dan menyelipkannya di tali rotan. Ia membungkuk pada beringin. “Kalau benar ada empat bagian, aku akan mencarinya satu per satu. Tapi aku ingin belajar dulu, agar tidak salah membaca tanda.”
Siluet mengangguk samar, lalu meresap ke batang beringin. Di tanah, peta akar berpendar. Jalur selatan menyala paling terang—lambang telur berdenyut seperti detak jantung.
Raksa melangkah ke arah cahaya itu. Namun sebelum ia sempat pergi, ia mendapati sesuatu di sela akar: sebuah penanda buku dari tulang kecil, diukir lambang tanduk—dan di sisi belakangnya ada goresan tipis:
“Hanya yang berani mengakui kekurangannya akan menemukan pintu.”
Raksa menggenggam penanda itu, tersenyum tipis. Lalu kabut bergerak lagi—srrrt—membuka jalan ke selatan.
Di balik kabut, terdengar tawa lirih yang bukan miliknya, bukan milik hutan. Tawa itu cerdas, cepat, dan nakal seperti milik seekor monyet hitam yang baru saja mengetahui bahwa seseorang tepat di depannya sedang memegang halaman pertama dari Buku Ilmu yang Hilang.
Bersambung ..........