“Selamat datang, Penjaga Kecil. Hari ini kau diuji tiga hal: mendengar, menghitung, dan memilih. Bukan untuk membuatmu takut, tapi agar kau teliti.”
Tiga lingkaran bayang-bayang terbuka di tanah—tiga kelas yang aneh.
-
Kelas Bisik Hutan: tak ada tulisan, hanya suara.
-
Kelas Batu Melompat: jajaran batu bertanda angka dan lambang mata angin.
-
Kelas Dua Jalan: dua lorong, satu bertuliskan “Cepat”, satu bertuliskan “Bersama”.
Raksa menelan ludah. “Jika aku salah, apakah sekolah menutup pintu?”
“Tidak,” jawab Guru Bayangan. “Tapi kesalahan yang disembunyikan akan menutup hatimu.”
Ujian 1 — Mendengar:
Raksa memejam. Hutan bicara dengan pola: cip… cip (burung kecil), tok… tok… tok… (tetes gua), desau angin dari timur lebih sering daripada dari barat. Guru berbisik, “Rangkai jadi kalimat.”
Raksa mengurutkan frekuensi—timur (T), kemudian selatan (S) dari gemericik sungai, barat (B) dari dedaun berat, terakhir utara (U) dari dingin puncak. Ia menyusun TSBU—tak bermakna. Ia hampir menebak, lalu berhenti. “Aku keliru,” akunya. “Harusnya dibaca sesuai arah angin bertiup—dari sumber ke tujuan.” Ia balik urutannya jadi USTB dan mengucap perlahan: “Utara–Selatan–Timur–Barat: belajar melihat dari semua sisi.”
Lonceng keong berdenting sekali. “Kejujuran mengubah salah jadi pelajaran,” kata Guru.
Ujian 2 — Menghitung:
Di depan Raksa, batu-batu bertanda 1, 3, 5, 7, 9 membentuk jembatan pendek menuju tongkat kapur. Papan cahaya menulis:
“Menyeberanglah dengan jumlah langkah yang membentuk persegi.”
Raksa ingat pelajaran deret ganjil: 1 = 1²; 1+3 = 2²; 1+3+5 = 3². Ia melompat tiga batu pertama: 1, 3, 5. “Tiga lompatan, jumlahnya 9, itu 3²,” gumamnya. Ia berhenti—tidak serakah menambah—dan menapak ke tepi. Tongkat kapur menunduk, seolah mengakui jawabannya.
Ujian 3 — Memilih:
Dua lorong terbuka. Dari lorong “Cepat”, terlihat kilau halaman buku—menggoda. Dari lorong “Bersama”, terdengar ketukan telur yang ia selamatkan: tok… tok… lemah, minta hangat.
Raksa menatap Guru. “Jika aku menolong telur, aku mungkin terlambat mendapat halaman.”
Guru tak menjawab.
Raksa memilih lorong “Bersama”. Ia mengumpulkan daun kering, membuat inkubator sederhana: menimbun pasir hangat, menutup dengan serasah, mengalirkan udara lewat celah akar. Ia menghitung jeda ketukan—mengatur ritme agar panas stabil. Ketika ketukan menguat, lorong “Cepat” meredup sendiri. Di tanah, muncul goresan:
“Ilmu yang menyelamatkan kehidupan akan menunjukkan halamannya.”
Sinar lembut keluar dari serasah: sepotong halaman baru—sobek di pinggir—terbang dan menempel pada tali rotan Raksa, menyatu dengan halaman sebelumnya.
Guru Bayangan mengecil seperti lipatan kertas. “Kau memilih yang tak memamerkan dirimu. Itu dasar pendidikan sejati.” Ia menepuk tanah dengan suara nyaris tak terdengar—tak—dan papan cahaya menampakkan peta: Perpustakaan Daun Raksasa berkilau di cabang barat pulau. “Di sana, halaman berikut menunggu. Tapi ingat, pengetahuan juga mengundang penonton yang tak ingin belajar.”
Angin membawa aroma buah hutan. Di atas, ranting bergetar. Sekelebat hitam melintas—cekikikan cerdas menahan tawa. Raksa menatap kanopi; tak ada siapa-siapa, hanya daun yang menyusun huruf samar: MA—LE— lalu huruf ketiga tertutup bayang, seperti ada yang sengaja menahan suku kata terakhir.
Raksa menunduk pada Guru Bayangan. “Aku masih sering salah,” katanya.
“Teruskan berkata begitu saat memang begitu,” jawab Guru. “Itu pintu yang tak pernah habis.” Sosok itu memudar, menyisakan kapur kecil di tanah—hadiah yang hanya menulis bila pemiliknya berkata jujur.
Raksa menyelipkan kapur ke rotan, memeriksa serasah—telur hangat, ketukan stabil. Saat ia berbalik, Sinar Jujur mendadak meredup sepersekian detik—seperti tersedot. Di batang beringin, garis cakar tiga gores muncul baru, mengarah ke barat—menuju Perpustakaan Daun Raksasa.
“Baik,” bisik Raksa. “Kita ke barat.”
Namun sebelum ia melangkah, dari dalam serasah terdengar ketukan balasan—lebih teratur, mirip kode. Ada yang mengetuk balik dari balik telor, seakan sudah ada yang mengajarinya… atau ada tangan lain yang mengetuk dari bawah tanah.
Bersambung .......